AJI Jakarta: Upah Layak Jurnalis Rp 8,7 Juta
Upah Layak Jurnalis Berdasarkan Survei Kebutuhan Hidup
ATMnews.id, Jakarta – Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Jakarta telah mengeluarkan upah layak bagi jurnalis sebesar Rp 8.793.000.
Hal tersebut diungkapkan Sekretaris AJI Jakarta Afwan Purwanto dilansir Tempo.co, Minggu, (26/1/2020).
Ia mengatakan upah layak yang dimaksud adalah take home pay atau upah total yang diterima setiap bulan oleh jurnalis. Angka tersebut mencakup lima kategori ditambah tabungan 10 persen. Kategori itu di antaranya makanan, tempat tinggal, komputer jinjing (laptop) dengan jaringan internet, serta kebutuhan pendukung lainnya.
Degan rincian makanan sebesar Rp 3.041.000; tempat tinggal sebesar Rp 1.300.000; kebutuhan lain seperti baju dan sebagainya sebesar Rp 3.799.000; perangkat eletronik sebesar Rp 350.000 per-bulan, dengan hitungan mencicil laptop dan ponsel setiap bulannya, dan tabungan sebesar Rp 799.000.
“Menghitung angka tersebut dari 40 komponen kebutuhan hidup berdasarkan lima kategori ditambah tabungan 10 persen.” kata Afwan.
Kata dia, kenaikan upah layak ini didasarkan pada survei kenaikan harga-harga kebutuhan jurnalis di Jakarta yang dilakukan AJI Jakarta. Ia mengatakan jurnalis memiliki kebutuhan tersendiri agar mampu bekerja profesional.
“Bagaimana mungkin berharap jurnalis kerja profesional kalau tidak digaji layak? Jangan digaji layak, bahkan beberapa media masih digaji di bawah UMR,” terangnya.
Dia menyarankan kepada para jurnalis ini untuk rajin meminta transparansi keuangan perusahaan. Hal itu dilakukan supaya para jurnalis mengetahui apakah upah yang selama ini diterima sudah layak atau belum. Caranya dengan melalui serikat pekerja yang ada di perusahaan media.
“Supaya teman-teman dilindungi undang-undang ketika menuntut manajemen membuka transparansi keuangan. Sebab, hanya serikat pekerja yang berhak membicarakan kepada manajemen perusahaan soal besaran upah yang layak,” ujarnya.
Ditambahkan Jenderal Asosiasi Media Siber Indonesia Wahyu Dhyatmika, standar upah sebesar Rp 8,7 juta itu untuk memastikan para jurnalis bisa bekerja dengan tenang, tanpa harus khawatir kebutuhan dasarnya tak terpenuhi.
“Sebagai sebuah standar, ini sebuah rujukan yang patut diikuti,” ucapnya. (Red)