GMNI Minta Pemerintah Antisipasi Kenaikan Harga Minyak Dunia
Dampak Memanasnya Politik AS-Iran
ATMnews.id, Jakarta – Ketua Umum DPP GMNI, Arjuna Putra Aldino mewanti-wanti pemerintah perihal potensi kenaikan harga minyak dunia. Sebab menurutnya, tensi politik antara AS dengan Iran di Timur Tengah bisa berdampak kepada harga minyak.
“Yang perlu diwaspadai adalah dampak konflik ini terhadap harga minyak dunia. Karena konflik berpusat di negara-negara dekat Selat Hormuz. Di selat ini mengalir seperlima pasokan minyak dunia,” kata Arjuna melalui keterangan resminya, Senin (6/1).
Untuk itu, ia mengusulkan pemerintah harus mengantisipasi apabila konflik AS dan Iran berpengaruh pada naiknya harga minyak dunia. Sehingga, ekses negatif dan kerugian-kerugian sebagai dampak dari konflik ini bisa diminimalisir.
“Sebagai anggota tidak tetap dewan keamanan PBB, Indonesia bisa mendesak kedua belah pihak untuk mengurangi tensi ketegangan,” ujarnya.
Sebagai solusi jangka panjang, Ketua Umum DPP GMNI juga mendorong Pemerintah untuk mengembangkan energi alternatif, terutama energi non-fosil sehingga mengurangi ketergantungan dari impor minyak.
“Pengembangan energi alternatif sudah sangat mendesak. Terutama energi non-fosil. Selain masalah lingkungan, juga mengurangi ketergantungan kita terhadap impor minyak,” jelasnya.
Apalagi, katanya, Indonesia merupakan negara anggota International Energy Agency (IEA) yang memiliki kewajiban mengaplikasikan energi terbarukan yang ramah lingkungan, terjangkau dan rendah emisi karbon.
“Indonesia sudah bergabung dalam International Energy Agency (IEA). Indonesia memiliki kewajiban dan harus berkomitmen mengembangkan energi bersih yang ramah lingkungan dan berkelanjutan,” tutur Arjuna.
Berdasarkan data, dengan potensi panas bumi sebesar 29.543,5 MW, Indonesia menempati urutan kedua setelah Amerika Serikat sebagai negara dengan potensi energi terbarukan geothermal terbesar di dunia. Menurut Arjuna, Indonesia memiliki potensi yang harus dimanfaatkan sehingga memberikan nilai pada kedaulatan energi kita.
“Potensi kita sudah ada. Tinggal political will pemerintah mau atau tidak mengembangkan ke arah energi terbarukan. Pemerintah tidak boleh tersandra oleh perburuan rente minyak,” imbuhnya.
Sebagai informasi, berdasarkan data British Petroleum (BP), produksi minyak Indonesia sebesar 1,18 juta barel per hari sementara konsumsi minyak mencapai 1,21 juta barel per hari. Alhasil, neraca minyak defisit 54 ribu barel per hari. Sepanjang periode 2009-2019 volume impor migas nasional telah meningkat 36,4% menjadi 49,1 juta ton atau rata-rata 3,6% per tahun. (Irur)