Sepanjang 2019, 733 Gempa Bumi Tektonik Terjadi di Banten
Hasil Analisa BMKG
ATMnews.id, Kota Tangerang – Sepanjang tahun 2019, tercatat sebanyak 733 gempa bumi tektonik terjadi di Banten dan sekitarnya. Hitungan ini lebih rendah dibandingkan 2018 lalu yaitu, 1.232 kali.
Kepala BMKG Tangerang, Suwardi mengatakan, hasil analisa pihaknya menunjukkan, kekuatan gempa bumi yang terjadi bervariasi. Mulai dari M2,0 hingga M6,9.
“Sebaran pusat gempa bumi (episenter) umumnya berada di laut, yaitu pada zona pertemuan lempeng Indo-Australia dan Eurasia di bagian selatan Provinsi Banten hingga Jawa Barat,” jelasnya kepada ATMnews.id, Senin (6/1/2020).
Ia merinci, gempa bumi dengan kekuatan 3 ≤ M ≤ 5 dominan terjadi yaitu sekitar 73% (536 kejadian). Diikuti gempabumi kekuatan M < 3 sebesar 24% (175 kejadian) dan gempabumi dengan M > 5 sebesar 3% (22 kejadian).
“Adapun gempa bumi yang guncangannya dirasakan oleh masyarakat atau disebut sebagai gempabumi dirasakan selama tahun 2019 terjadi sebanyak 3 kali,” jelasnya.
Kata dia, gempa bumi terbesar terjadi pada tanggal 02 Agustus 2019 dengan kekuatan M6,9 dan pusat gempanya berada di laut selatan Provinsi Banten.
“89,4 % gempa bumi terjadi pada kedalaman dangkal (h<60 km) dan 10,5 % gempa bumi terjadi di kedalaman menengah (60≤h<300 km) serta hanya ada 0,1 % gempabumi di kedalaman dalam (h>300 km),” katanya.
Kata Suwardi, berdasarkan peta aktivitas gempa bumi (seismisitas) selama tahun 2019 tampak kluster aktivitas gempabumi paling aktif terjadi di Provinsi Banten adalah Zona Patahan Cimandiri, dan Patahan Pelabuhan Ratu; Zona Terusan Sesar Semangko, Patahan Ujung Kulon.
Lalu Zona Megathrust. Sedangkan gempabumi yang kejadiannya menimbulkan korban dan kerusakan hunian serta infrastruktur terjadi sebanyak 1 kali, yaitu gempabumi 2 Agustus 2019.
“Gempa bumi tersebut terjadi pukul 19:03:21 WIB, pusat gempabumi berada di 7,32 LS dan 104,75 BT dengan kekuatan gempa M6,9 pada kedalaman 48 km, berjarak 164 km Barat Daya Kota Pandeglang, Kabupaten Pandeglang,” ungkapnya.
Ia menambahkan, kesiapsiagaan harus selalu menjadi prioritas. Pelibatan unsur masyarakat di setiap kegiatan mitigasi bencana gempabumi dan tsunami seperti pembuatan peta evakuasi.
“Latihan simulasi evakuasi mandiri menjadi sesuatu yang wajib. Mengingat merekalah yang berpotensi paling terdampak saat bencana terjadi. Sehingga dengan masyarakat yang terlatih dan terampil menghadapi bencana, niscaya jumlah korban dapat diminimalisir,” pungkasnya. (Hisyam)