Menag Tuai Kontroversi Soal Cadar dan Celana Cingkrang PNS
Kontroversi Soal Cadar
ATMNews.id, JAKARTA – Sejak ditunjuk menjadi Menteri Agama pada 25 Oktober 2019, Jendral (Purn) Fachrul Razi sudah menuai protes. Kini, setelah menjalankan tugas, lagi menteri berlatarbelakang militer itu menuai hal sama.
Berawal karena dieranya, dia mewacanakan larangan pemakaian cadar dan celana cingkrang bagi pegawai PNS. Menggunakan niqab atau cadar masuk instansi pemerintah.
Namun dia menegaskan wacana itu masih dalam kajian Kementerian Agama (Kemenag). Sehingga menurut Fachrul Razi, bagi wanita yang telah menggunakan cadar untuk saat ini tak dilarang.
“Kalau orang mau pakai silakan,” kata Fachrul Razi beberapa waktu lalu.
Lebih dalam menurutnya, pemakaian cadar atau tidak bukan menjadi tolak ukur ketakwaan seseorang. Pasalnya dia beralasan, tidak ada ayat yang mewajibkan penggunaan cadar.
“Jadi cadar itu bukan ukuran ketaqwaan orang, bukan berarti kalau sudah pakai cadar taqwanya tinggi. Sudah dekat dengan Tuhan, cadar dak ada dasar hukumnya di Alquran maupun Hadits dalam pandangan kami,” tukas dia.
Pandangan itu lantaran Fachrul beranggapan demi alasan keamanan. Salah satu contohnya bagi orang yang masuk lingkup instansi pemerintahan diwajibkan melepas jaket dan helm. Begitu pula apabila diberlakukan bagi orang memakai cadar. Menurut dia, agar wajah mereka dapat terlihat jelas.
“Jadi betul dari sisi keamanan, kalau ada orang bertamu ke saya enggak tunjukin muka, ya enggak mau saya,” tandas dia.
Salah satunya menangkal radikalisme, seperti yang dipesankan Presiden Jokowi saat pelantikan. Sebagai Menteri Agama, lulusan Akmil tahun 1070 ini berkomitmen untuk memberantas radikalisme. Fachrul juga mengaku suka membaca buku-buku agama.
“Saya ke mana-mana temanya itu ngomong. Kebetulan saja anak Aceh suka baca buku agama,” kata Fachrul.
Namun demikian menurut Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera seharusnya negara tidak perlu mengatur urusan pribadi. Urusan pribadi warga negara jangan diintervensi oleh pemerintah.
“Kalau saya menggarisbawahi, itu ruang privat. Kalau ruang privat itu paling enak jangan terlalu diintervensi oleh negara. Karena negara bagaimanapun mengatur di ruang publik,” kata Mardani.
Namun, Mardani tidak terlalu mengetahui hukum menggunakan cadar. Oleh karena itu, dia menyarankan Majelis Ulama Indonesia (MUI) membuat fatwa terkait cadar tersebut.
“Kalau dia (cadar) tak wajib ya enggak masalah. Tapi kalau dia ada dasarnya saya agak khawatir ini masuk di ruang privat. Karena itu harus hati-hati masuk ke ruang privat,” ujar Mardani.
Cara terbaik melawan radikalisme menurut Mardani adalah dialog dan literasi bersama penegakan hukum. Dia khawatir, larangan penggunaan cadar akan memperlebar jarak antara pemerintah dan warga yang terpapar radikalisme.
“Bukan buat memperlebar dan memperluas frontnya gitu,” kata Mardani.
Sementara menurut Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian akan mengkaji program guna mencegah aparatur sipil negara (ASN) terpapar paham radikalisme. Tito meminta agar ASN tidak terbawa arus paham radikal.
“Nanti akan saya pelajari, teknisnya seperti apa, pada prinsipnya kita tidak ingin ASN memiliki pemikiran di luar konsep negara,” kata Tito di kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Kamis, (31/10/2019).
Menurut Mendagri, konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah selesai, dengan dasar negara Pancasila. Toleransi terhadap orang atau kelompok yang memiliki pandangan lain harus dipupuk kembali guna mengikis paham radikal yang menganggap di luar golongan mereka salah dan penuh dosa.
“Konsep negara ialah NKRI yaitu kesetiaan pada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar 1945, kemerdekaan dan pluralisme. Itu yang membuat bangunan NKRI ini kokoh,” tukasnya.
Jendral purnawirawan Polri itu meminta para ASN untuk tidak memiliki paham di luar Pancasila. Alasannya, ucap dia, ASN merupakan bagian penting di dalam pemerintahan dan menjadi motor pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia.
Mendagri Tito Karnavian mengancam akan menghilangkan paham lain jika ada ASN yang berpaham di luar Pancasila dan UUD 45.
“Tentu akan kita hilangkan, tidak boleh ada pada ASN. ASN, tulang punggung pemerintahan yang akan berpengaruh terhadap masyarakat,” tandas Tito. (red)