Kronologi Ketua RW di Tangsel Ditetapkan Tahanan Kota
Persoalan Portal Berujung Hukum
ATMnews.id, Tangsel- Ketua RW 10 Cluster Adena Kelurahan Pondok Jagung Timur, Serpong Utara Kota Tangsel Budiono (55) ditetapkan tahanan kota hanya persoalan sepele. Yakni, penutupan portal.
Budiono menceritakan sejak tahun 2005 warga sudah menempati disana dengan konsep cluster atau satu pintu. “Dalam pengertian Cluster, ya pengertian umumnya ya satu pintu,” ungkapnya kepada Atmnews.id, melalui sambungan telepon, Sabtu, (9/5/2020).
“Waktu itu sudah sempat mau ditutup, tetapi ada penolakan dari perumahan Pondok Jagung 2 dari pengembang yang sama, tapi terpisah dengan jalan perkampungan. Jadi jalanan itu ngga nyambung gitu mas (Cluster Adena dan Perumahan Pondok Jagung 2).
Karena ada penolakan dari penghuni Pondok Jagung 2 akhirnya tidak ditutup. “Saya pribadi sih inginnya damai dari awal, dan apapun di wilayah Kelurahan Pondok Jagung Timur dalam hal sosial bertetangga itu musti harmonis. Seperti ajaran agama Islam bahwa jarak rumah 40 orang dari rumah kita kan itu masih saudara,” tutur Budiono.
Kemudian, sambung Budiono ada insiatif membuat perjanjian bersama. Seiring berjalan, perjanjian mulai kendor dan ada yang melintasi jalanan tersebut kembali. “Warga saya minta ditutup lagi dan puncaknya tahun 2015 atau 2016 gitu, warga langsung menemui saya untuk minta ditutup,” ujarnya.
Budiono ingin tahu warga yang minta ditutup, tapi ngga semua warga datang ke dirinya. “Saya tanya warga yang mana nih yang minta ditutup,” ujarnya.
Selain minta masukan warga, Budiono juga menjalankan demokratisasi. Meski waktu sebelumnya sudah ada polling pertama namun saat itu dirasa belum demokratis, yakni pengurus RT mendatangi satu persatu warga lingkungan mengisi kolom setuju atau tidak lalu tanda tangan.
Budiono ingin agar ada polling ulang memakai amplop tertutup. Sepekan pasca polling, hasilnya 98 persen dari 152 KK, warga Adena meminta ditutup. Sisanya tidak minta ditutup.
Walau keputusan warga minta ditutup, Budiono sempat menyarankan agar ditahan sementara untuk tidak menimbulkan kesalahan aturan dengan dasar siteplan tahun 2001 dari pengembang yang diterbitkan BP2T/ DPMTSP masih wilayah Kabupaten Tangerang berstempel bupati dan belum pemekaran Kota Tangsel.
Suatu ketika tanpa sepengetahuan dirinya, portal sudah dalam keadaan digembok. Lalu ada yang merasa tidak senang dengan penggembokan, Budiono dilaporkan warga PJ 2 ke Satpol PP Tangsel.
“Saya lalu disidik BAP Satpol PP dan berimbas dapat SP 1 hingga SP 3, disangka bersalah menutup jalan umum,” ucapnya.
Selanjutnya Penyidik Satpol PP Kota Tangsel dipimpin Muchsin datang ke lokasi meminta izin buka portal. “Yang buka gembok saya, bersama Sekretaris RW disaksikan Pak Muchsin. Lalu keadaan portal tertutup tapi tidak dikunci,” terangnya.
Lanjut Budiono, selang beberapa hari portal tersebut dikunci lagi oleh warga.
Satpol PP kembali datang dalam jumlah yang sangat banyak sekitar 50 an orang. “Saat itu tahun 2018 mau dibongkar paksa pakai mesin las dipimpin Pak Camat Serpong Utara Bani Chosiyatullah,” imbuhnya.
Bertepatan hari itu pula, Budiono dan pengurus RT mendapat undangan pertemuan dengan Komisi 1 DPRD Tangsel membahas persoalan tersebut.
“Itu juga saya sampaikan ke Pak Camat, karena beliau juga diundang. Atas ini, saya minta ditunda pembongkarannya agar tidak timbul kontak fisik dengan warga lain. Namun dia bilang ini tidak bisa ditunda karena perintah atasan,” tegasnya.
Melihat camat yang tidak ikut hadir dalam pertemuan di Gedung IFA (Kantor DPRD Tangsel dulu), Anggota DPRD Tangsel fraksi PDIP Iwan Rahayu menelepon Satpol PP bernama Okky dan kemudian Camat Serpong Utara ditelepon.
Kata Budiono, Komisi I DPRD Tangsel memberi rekomendasi agar persoalan ini diselesaikan antara Adena dan PJ 2 untuk yang lain mundur dan portal harus tertutup.
Kemudian pihak Adena antara Budiono dengan Tokoh Masyarakat PJ 2 yang disapa Tri dan Ismail melakukan mediasi, tapi tidak menemukan jalan keluar. Portal tetap tertutup, hingga berujung pelaporan ke Reskrim Polres Tangsel dan saat ini Budiono dinyatakan P21 sebagai tahanan kota.
“Dengan sangkaan pasal tentang menutup jalan umum adalah bukan dirinya melainkan warga yang menutup karena sesuai dengan siteplan pengembang hunian cluster,” tegasnya.
Budiono dan warga Adena merasa belum ada serah terima fasos fasum. Tapi tiba-tiba, setelah kasus ini muncul, ada pernyataan polisi, tentang pencatatan aset pengembang dengan Pemkot Tangsel di 2015.
“Serah terimanya aneh, prosesnya tersebut, kita kok ngga dilibatkan atau diberitahu minimal dalam SKnya,” terangnya.
Diterangkannya pintu yang diportal itu jalan masuk Adena tapi yang di belakang. “Jadi yang ditutup itu bukan jalan desa,” ujarnya.
Budiono berharap, meski kasus ini sudah bergulir di Kejaksaan, ia tetap ingin membuktikan dirinya tetap tidak bersalah, karena ini kehendak warga. “Lha wong yang menutup warga kok yang melekat di pribadi saya,” ucapnya.
Budiono juga mengatakan belum mendapat keadilan keputusan meski telah mulai dari tingkat kelurahan, kecamatan, DPRD, Polsek, Polres, sampai walikota.
Walikota Airin kala itu mengatakan bahwa dirinya harus bisa mendamaikan warganya. (Sugeng)