Grasi Presiden ke Annas Maamun Tuai Kontroversi

Grasi Presiden

ATMNews.id, Jakarta – Terpidana mantan Gubernur Riau Annas Maamun mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Annas yang juga politisi Partai Golkar saat itu tersandung kasus pengalihan alih fungsi lahan.

Sekarang, grasi untuk mantan guru SMP-Negeri di Bagan Siapiapi ini jadi menuai kritikan dari sejumlah pihak, pasalnya dianggap tidak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi di Indonesia.

Sebelumnya, menurut Kepala Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Ade Kusmanto, Annas mengajukan grasi dengan alasan kemanusiaan.

“Pertimbangannya adalah berusia di atas 70 tahun. Saat ini yang bersangkutan berusia 78 tahun dan menderita sakit berkepanjangan,” ujar Ade, Selasa (26/11/2019).

Atas dasar keterangan medis, Annas menderita berbagai penyakit, antara lain penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), depresi, gastritis (lambung), hernia, dan sesak napas yang membutuhkan pemakaian tabung oksigen setiap hari, akhirnya, Kemenkumham dan Mahkamah Agung (MA) memberikan pertimbangan kepada Presiden Jokowi.

Presiden memberikan grasi kepada Annas pada 25 Oktober 2019 sesuai Kepres Nomor 23/G tahun 2019 tentang Pemberian Grasi.

“Kami bersyukur Pak Annas mendapatkan grasi, memang beliau dalam kondisi tidak sehat,” kata Kuasa Hukum Annas Maamun, Asep Ruhiat, seperti dikutip Riaunews, Selasa (11/26/2019).

Korupsi Alih Fungsi Lahan Mantan Gubernur Riau ini dihukum lantaran terbukti melakukan tindak pidana korupsi alih fungsi lahan hutan menjadi kebun kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau.

Annas menerima suap senilai US$ 166.100 dari pengusaha Gulat Medali Emas Manurung. Manurung meminta Annas memasukkan permintaannya dalam surat Gubernur Riau tentang revisi kawasan hutan.

Seperti yang tercantum dalam dakwaan saat itu, Annas juga menerima uang Rp 500 juta dari Edison Marudut melalui Manurung untuk pengerjaan proyek Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau.

Annas divonis tujuh tahun penjara di tingkat kasasi di MA. Hukuman itu lebih berat dibandingkan vonis yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Bandung pada 24 Juni 2015. Berdasarkan vonis tersebut, seharusnya Annas bebas pada 3 Oktober 2021. Namun dengan adanya grasi, Annas akan bebas pada 3 Oktober 2020. Meski demikian, Ade mengatakan Annas juga dikenai denda Rp 200 juta.

“Denda telah dibayar pada 11 Juli 2016,” ujar Ade.

Sementara menurut Juru Bicara (Jubir) KPK Febri Diansyah mengaku terkejut setelah mendapat kabar grasi untuk Annas Maamun. KPK menyebut Annas tersandung pidana korupsi perubahan kawasan bukan hutan.

“Kasus korupsi yang dilakukan yang bersangkutan terkait sektor kehutanan, yaitu suap untuk perubahan kawasan bukan hutan untuk kebutuhan perkebunan sawit saat itu,” kata Jubir KPK itu kepada wartawan, Selasa (26/11/2019).

Namun demikian KPK menghargai kewenangan presiden memberi pengampunan (grasi) terhadap terpidana kasus korupsi Annas Maamun. KPK telah menerima surat dari Lapas Sukamiskin yang meminta eksekusi grasi tersebut pada Selasa (26/11/2019) sore.

“Nantinya KPK akan mempelajari surat yang dikirim oleh Lapas Sukamiskin perihal grasinya,” tukas Febri.

Kekecewaan juga ada pada pihak Indonesia Corruption Watch (ICW), karena Presiden Jokowi memberikan grasi ke Annas. ICW juga mempertanyakan keputusan grasi untuk Annas lantaran korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinaire crime).

“ICW kecewa sekaligus mengecam langkah Presiden Joko Widodo yang justru memberikan grasi kepada terpidana kasus korupsi alih fungsi lahan di Provinsi Riau, Annas Maamun,” ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, di Jakarta.

Karenanya, ICW meminta keputusan grasi tersebut dicabut. Alasan kemanusian yang menjadi dasar pemberian grasi dinilai belum bisa diukur secara jelas.

“Terpidana yang diberikan grasi Presiden adalah mantan kepala daerah yang awalnya diberi mandat oleh masyarakat untuk menjadi gubernur, namun justru menggunakan kepercayaan itu untuk melakukan kejahatan korupsi,” tukasnya. (red)

Via Redaksi
Disarankan Untuk Anda
Komentar
Loading...