PHRI: 10 Ribu Lebih Perusahaan di Sektor Pariwisata Tutup
Puluhan Triliun Potensi Pendapatan Hilang
ATMnews.id, Jakarta – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengungkap, pandemi Covid-19 telah membuat lebih dari 2.000 hotel tutup dan lebih dari 8.000 restoran tutup.
Ditotal, akibat pandemi ini berdampak signifikan pada lebih dari 10 ribu perusahaan di sektor pariwisata.
Ketua Umum PHRI, Hariyadi Sukamdani menjelaskan, penutupan itu membuat perusahaan kehilangan potensi pendapatan. Dalam hitungannya, potensi pendapatan sektor perhotelan yang hilang dari Januari-April 2020 sebesar Rp30 triliun dan restoran Rp40 triliun.
Selain itu, pandemi virus corona juga telah membuat maskapai penerbangan rugi hingga US$812 juta atau Rp11,36 triliun (kurs Rp14 ribu per dolar Amerika Serikat). Perusahaan juga banyak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada karyawan.
“Kemungkinan terjadinya PHK sebesar 30 persen sampai 40 persen dari jumlah pekerja saat ini,” ujar Hariyadi dalam video conference melansir dari CNN, Rabu (15/7/2020).
Beberapa pekerja kontrak, kata Hariyadi, juga terancam tak diperpanjang saat perjanjian kerjanya habis. Dengan demikian, pengangguran akan bertambah.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia atau Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA), Nunung Rosmiati mengungkapkan, total kerugian biro perjalanan wisata (BPW) khusus pada Maret 2020 atau saat kasus virus corona pertama kali diumumkan mencapai US$3,92 miliar atau sekitar Rp54,88 triliun.
Ia merinci biro perjalanan wisata inbound atau yang menangani wisatawan asing yang mengunjungi Indonesia merugi hingga US$1,32 miliar. Lalu, biro perjalanan wisata outbond atau yang fokus menangani wisatawan Indonesia ke luar negeri merugi sebesar US$432 juta.
“Biro perjalanan wisata untuk meeting, incentive, convention, and exhibition (MICE) merugi US$52,5 juta, umroh US$659 juta, domestik US$1,33 miliar, dan ticketing US$122,85 juta,” imbuh Nunung.
Nunung menyatakan, pengusaha biro perjalanan wisata membutuhkan sejumlah regulasi agar industri tak gulung tikar akibat pandemi virus corona. Salah satu yang dibutuhkan, misalnya, protokol kesehatan covid-19 yang diterapkan tak membebani perusahaan.
“Pengurus di daerah berkoordinasi dengan pemerintah setempat agar protokol yang diterapkan tidak membebani perusahaan, tetapi dapat memberikan kepercayaan wisatawan untuk datang,” kata Nunung.
Ia menambahkan, industri biro perjalanan wisata juga mengubah jam operasional di kantor untuk meminimalisir potensi penularan virus corona. Perusahaan mengurangi jam kerja, tetapi tidak memberlakukan shift.
“Perusahaan juga menyediakan fasilitas makan yang lebih baik dan membuat ruang kerja lebih bersih,” imbuh Nunung. (Hisyam)