Buruh Tidak Kebal Corona, KSPN: Pemerintah Pilah-Pilih Kerja dari Rumah

Buruh Tetap Masuk Kerja

ATMnews.id, Serang- Meningkatnya pasien yang terinfeksi virus corona atau covid-19 membuat pemerintah gencar menghimbau masyarakat untuk tetap berada di rumah dan mengurangi aktivitas di luar rumah. Selain itu aparat penegak hukum juga tengah gencar menghimbau agar tidak ada kerumunan-kerumunan massa, bahkan sampai membubarkannya.

Beberapa instansi pemerintahan juga sudah memberlakukan sistem kerja di rumah atau work from home (WFH). Selain itu sekolah-sekolah juga sudah diliburkan.
Namun, hal tersebut tidak berlaku kepada kaum buruh pabrik, meski saat ini penyebaran virus semakin masif, tetapi buruh tetap masuk kerja.

“Saat inikan kerumunan masa dilarang, sekolah dan kantor-kantor pemerintahan diliburkan. Bahkan, masjid ada yang tidak menyelenggarakan solat berjamaah, hajatan dibubarkan paksa, masyarakat diminta di rumah saja untuk memutus rantai penyebaran virus corona. Tetapi pabrik-pabrik tidak dipaksa diliburkan dan jutaan pekerja buruh indonesia keluar rumah untuk tetap bekerja. Tak dianggap manusiakah pekerja buruh itu sehingga tidak dipedulikan keselamatan dan kemanusiaanya ?,” ucap Ketua DPD KSPN Kabupaten Serang Muhammad Juhyani saat dikonfirmasi, Selasa (31/3/2020).

Ia menambahkan, pemerintah seharusnya jika memang benar mau memutuskan rantai penyebaran jangan pilah pilih. Menurutnya, kalau hanya sebagian saja yang diharuskan berada di rumah penyebaran virus tetap banyak.

“Kami buruh sendiri juga butuh keselamatan dan pelindungan, karena buruh juga tidak akan kebal corona. Apalagi ketika mereka berangkat dengan angkutan umum, dengan banyaknya orang yang berdesakan. Maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi penyebaran virus. Kan kita tidak tau siapa yang sudah kena atau belum. Selain itu, di dalam pabrik juga karyawannya ribuan,” ujarnya.

Pihaknya menuntut, demi keselamatan dan kemanusiaan para buruh untuk meliburkan pekerja buruh Indonesia. Jadi lebih baik lockdown. Karena kalau berbicara penurunan ekonomi tanpa lockdown pun saat ini sudah menurun. Selain itu, jumlah masyarakat yang sudah terinfeksi juga sudah ribuan. Jadi jangan menunggu jumlah yang menjadi korban semakin banyak dulu.

“Kerumunan buruh di pabrik sepatu, konveksi dan hampir semua pabrik jauh lebih banyak daripada orang hajatan, tablik akbar, misa bahkan konser musik. Jadi di pabrik resiko penularannya lebih rentan. Apakah efektif meliburkan anak-anak sekolah tetapi bapak ibunya tetap bekerja dengan kerumunan orang?. Kalau mau memutus rantai penyebaran covid 19 seharusnya dilakukan serentak,” tegasnya.

Ia juga menyampaikan, jika pemerintah akan melakukan karantina wilayah jangan setengah hati, karena ia menilai saat ini kondisi di beberapa wilayah di tanah air sudah sangat mengkhawatirkan. Di dalam UU jelas pemerintah harus menjamin kebutuhan masyarakat.

“Di Pasal 55 UU No.6 Tahun 2018 Tentang Karantina Kesehatan dijelaskan, (1) Selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung- jawab Pemerintah Pusat. (2)Tanggung jawab Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan Karantina Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan pihak yang terkait. Dengan saat ini pemerintah yang tidak mau lockdown apa memang tidak mau rugi buat rakyatnya?,” katanya.

Yani menambahkan, pemerintah selalu tidak berpihak kepada kaum buruh, seperti saat ini dengan adanya RUU Omnibus Law cipta lapangan kerja (CILAKA), pemerintah hanya melihat aspek bagaimana mencari dan memudahkan investor masuk indonesia, tapi tidak melihat terhadap nasib dan status buruh kedepan. Ia menilai, RUU tersebut hanya untuk kepentingan dan keuntungan para pengusaha semata

“Dalam rangka HUT KSPN yang ke-6 ini juga, di tengah penyebaran pandemi Covid-19, kami minta kepada pemerintah Tunda Pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sampai waktu yg tidak ditentukan!. Jangan sampai situasi seperti ini dimanfaatkan untuk mengesahkan Omnibuslaw, karena kalau sampai disahkan UU ini sama halnya pemerintah telah melegitimasi pembenaran atas ketidakbenaran,” tegasnya. (MgDra)

 

Disarankan Untuk Anda
Komentar
Loading...